Enggan Berjilbab! Beribu Alasanmu, Ini Jawaban Bagimu
Telah menjadi sunatullah, bahwa setiap kali ada kebenaran yang datang pasti akan ada setan yang membuat rancu kebenaran tersebut dalam pandangan manusia dengan berbagai perkataan yang dihiasi.
Allah SWT berfirman,
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.(QS. Al An’am : 112)
Demikian pula syariat jilbab bagi muslimah yang telah jelas ditetapkan dalam Al Qur’an, dan telah menjadi ciri khas wanita muslimah sejak zaman Nabi pun tak lepas dari berbagai bisikan tipu daya setan untuk menggoyahkan hati orang-orang yang lemah keimanannya sehingga mereka pun ikut menyimpang dari syariat yang mulia ini.
Beragam Syubhat Jilbab Bisikan Setan
Hidayah di Tangan Allah
Banyak sekali kita jumpai muslimah yang mengatakan, “Aku tahu jilbab itu wajib. Tapi kan berjilbab itu juga hidayah Allah. Nanti juga kalau udah dapat hidayah, aku berjilbab.”
Memang benar hidayah itu di tangan Allah. Namun sebagaimana rejeki, hidayah perlu dicari dan diusahakan dengan maksimal. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar Rad’u:11)
Daerah Berhawa Panas Tidak Cocok untuk Mengenakan Jilbab
Sering sekali bagi kita yang telah berjilbab rapi mendengar ungkapan, “Nggak panas, Mbak, pakai kerudung sama baju dobel-dobel gitu?”. Dan kita hanya tersenyum semanis mungkin. Atau karena telah terbiasa dan merasa nyaman, kita akan menjawab, “Nggak tuh.”
Kepada mereka yang masih sering mengaitkan hawa panas dengan busana muslimah yang sesuai syariat, maka ingatkanlah firman Allah:
“Katakanlah, ‘Api neraka jahannam itu lebih sangat panas (nya),’ jika mereka mengetahui.” (At Taubah:81)
Setelah itu, silahkan memilih salah satu dari dua keadaan; panasnya dunia yang tentu masih bisa kita tanggung, atau panasnya api neraka yang panasnya tujuh puluh kali lipat panas api dunia.
Tentu orang berakal akan memilih panas yang ringan dalam menaati Allah di dunia, daripada panas yang berat dan kekal di akhirat.
Zaman Berganti, Hukum pun Berubah
Para penentang jilbab sengaja mengambil kaidah yang telah ditetapkan para ulama, tapi tentu saja dengan pemahaman yang salah. Di antara kaidah itu adalah, “Perubahan zaman menyebabkan perubahan hukum.”.
Dengan kaidah yang ditafsirkan semaunya ini, mereka mengatakan bahwa jilbab hanya layak diterapkan pada masa-masa dahulu, sedangkan sekarang zaman telah berubah, maka pemakaian jilbab sudah tidak relevan diterapkan.
Perlu kita semua pahami bahwa hukum Islam tidak akan berubah selamanya. Allah Sang Pembuat aturan telah menjadikan hukum tersebut cocok dan relevan sepanjang masa. Perubahan zaman yang bagaimana pun harus tunduk pada aturan Islam, bukan hukum Islam yang dapat diubah oleh pergantian zaman.
Allah swt berfirman,
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al Maidah:3)
Yang Penting ‘Jilbab-i’ Hati
Sebagian besar kaum wanita enggan berjilbab karena mereka menyangka sama saja antara berjilbab dengan tidak, yang penting menurutnya adalah perilaku, akhlaq, dan hatinya, buka sekedar penampilan. Karena tidak sedikit juga orang yang berjilbab akan tetapi melakukan perbuatan keji.
Memang benar bahwa tidak semua orang yang berjilbab adalah wanita shalihah. Ada di antara wanita-wanita fajir yang mengenakan jilbab hanya sebagai ‘topeng’ atau kamuflase belaka. Namun itu hanya kasuistik. Dan kita berharap, wanita-wanita yang demikian hanya ibarat sepetak awan kelam di luasnya langit yang biru.
Dan tentu saja, sebagai muslimah kita dituntut untuk menaati hukum syariat tanpa terkecuali, termasuk dalam urusan berpakaian. Terlebih dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda,
“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat. Orang-orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul manusia. Dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpang dan menyimpangkan orang lain dari ketaatan, kepala mereka bagaikan punuk-punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga, padahal bau surga bisa dicium dari jarak demikian dan demikian. (HR. Muslim)
Maka, tidak sama bukan antara wanita yang berjilbab dengan wanita yang mengumbar auratnya?!
Jilbab adalah Kebudayaan Arab
Kaum feminis sekuler gemar sekali menyuarakan sebuah kalimat asal bunyi tanpa dasar yang kuat, yaitu bahwa jilbab disinyalir sebagai kebudayaan wanita Arab. Wanita di luar Arab dalam pandangan mereka tentu saja tidak wajib, bahkan tidak perlu mengenakan jilbab.
Jelas saja statement tersebut salah dan dipaksakan. Sudah jelas Allah swt berfirman,
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab:59)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur:31)
Dalam surat Al Ahzab jelas disebutkan “istri-istri orang mukmin” dan di surat An Nuur disebutkan “kepada wanita yang beriman”.
Terbantahkan sudah ungkapan yang menyatakan bahwa jilbab hanyalah tradisi wanita Arab saja. Sebab ayat kerudung dan jilbab diturunkan dan ditujukan untuk istri-istri orang mukmin dan wanita yang beriman di seluruh dunia, bukan hanya wanita Arab saja.
Berjilbab Menghambat Aktivitas dan Sulit Cari Kerja
Alasan klise! Namun banyak muslimah yang enggan berjilbab mengemukakan hal tersebut sebagai alasan untuk tidak menutup auratnya. “Aku kan masih suka fashion, hiking, beladiri, bla..bla..” atau ungkapan seperti, “Aduh, khawatir nyari kerjanya susah. Perusahaan kan ga mau nerima karyawan berjilbab...” masih sering kita dengar.
Padahal, nanti dulu! Orang yang mengungkapkan hal demikian nampaknya harus banyak membaca berita dan memperluas pergaulan. Dengan begitu mereka akan tahu, bahwa alasan yang mereka kemukakan itu kuno.
Hari ini kita banyak menyaksikan muslimah berjilbab berhasil mendaki gunung dengan medan berat sekalipun. Tidak sedikit juga muslimah berjilbab yang menjadi atlet tae kwon do, silat, dan lain sebagainya. Jika alasan yang dikemukakan adalah terhambatnya aktivitas jika mengenakan jilbab.
Lalu untuk urusan pekerjaan, dewasa ini, selain banyak perusahaan ‘berbau’ syariah, sesekali tengoklah instansi-instansi pemerintah, maka akan kita dapati banyak sekali Pegawai Negeri sipil (PNS) yang berjilbab rapi.
Masih belum cukup? Jika ada urusan, datanglah ke perusahaan-perusahaan semacam Indosat, Telkomsel, atau kantor bursa efek jika perlu. Maka sejauh mata memandang, tidak akan sulit bagi kita menemukan wanita berjilbab menjadi karyawati di sana.
Perlu diingat kembali, kita sudah memasuki tahun 2013, dimana jilbab bukan lagi ‘barang’ aneh. Jika kita masih berada di tahun 1990-an, barangkali alasan tersebut dapat dimaklumi. Meski tentu saja, syariat bukanlah hal yang membutuhkan pemakluman.
Terlebih, urusan pekerjaan adalah urusan rejeki. Yang mana rejeki adalah mutlak kuasa Allah. Apakah dengan mengumbar aurat dijamin kita akan mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan kita? Apakah dengan pamer kemolekan tubuh kita anggap rejeki akan mengalir dan hidup akan bahagia sejahtera? Jawabannya adalah belum tentu.
Maka, hari ini kita masih diberi kesempatan menghirup udara di bumi Allah? Hari ini juga masih terbentang luas beragam pilihan hidup bagi kita, apakah kita akan menaati seluruh aturan Allah atau kita akan mengabaikan hukum-hukum Allah?
Segeralah jatuhkan pilihan terbaik, sebelum kita dihadapkan pada suatu hari dimana tak ada lagi pilihan dan segala sesal menjadi tiada guna.
Wallahu’alam.
Allah SWT berfirman,
“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.(QS. Al An’am : 112)
Demikian pula syariat jilbab bagi muslimah yang telah jelas ditetapkan dalam Al Qur’an, dan telah menjadi ciri khas wanita muslimah sejak zaman Nabi pun tak lepas dari berbagai bisikan tipu daya setan untuk menggoyahkan hati orang-orang yang lemah keimanannya sehingga mereka pun ikut menyimpang dari syariat yang mulia ini.
Beragam Syubhat Jilbab Bisikan Setan
Hidayah di Tangan Allah
Banyak sekali kita jumpai muslimah yang mengatakan, “Aku tahu jilbab itu wajib. Tapi kan berjilbab itu juga hidayah Allah. Nanti juga kalau udah dapat hidayah, aku berjilbab.”
Memang benar hidayah itu di tangan Allah. Namun sebagaimana rejeki, hidayah perlu dicari dan diusahakan dengan maksimal. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar Rad’u:11)
Daerah Berhawa Panas Tidak Cocok untuk Mengenakan Jilbab
Sering sekali bagi kita yang telah berjilbab rapi mendengar ungkapan, “Nggak panas, Mbak, pakai kerudung sama baju dobel-dobel gitu?”. Dan kita hanya tersenyum semanis mungkin. Atau karena telah terbiasa dan merasa nyaman, kita akan menjawab, “Nggak tuh.”
Kepada mereka yang masih sering mengaitkan hawa panas dengan busana muslimah yang sesuai syariat, maka ingatkanlah firman Allah:
“Katakanlah, ‘Api neraka jahannam itu lebih sangat panas (nya),’ jika mereka mengetahui.” (At Taubah:81)
Setelah itu, silahkan memilih salah satu dari dua keadaan; panasnya dunia yang tentu masih bisa kita tanggung, atau panasnya api neraka yang panasnya tujuh puluh kali lipat panas api dunia.
Tentu orang berakal akan memilih panas yang ringan dalam menaati Allah di dunia, daripada panas yang berat dan kekal di akhirat.
Zaman Berganti, Hukum pun Berubah
Para penentang jilbab sengaja mengambil kaidah yang telah ditetapkan para ulama, tapi tentu saja dengan pemahaman yang salah. Di antara kaidah itu adalah, “Perubahan zaman menyebabkan perubahan hukum.”.
Dengan kaidah yang ditafsirkan semaunya ini, mereka mengatakan bahwa jilbab hanya layak diterapkan pada masa-masa dahulu, sedangkan sekarang zaman telah berubah, maka pemakaian jilbab sudah tidak relevan diterapkan.
Perlu kita semua pahami bahwa hukum Islam tidak akan berubah selamanya. Allah Sang Pembuat aturan telah menjadikan hukum tersebut cocok dan relevan sepanjang masa. Perubahan zaman yang bagaimana pun harus tunduk pada aturan Islam, bukan hukum Islam yang dapat diubah oleh pergantian zaman.
Allah swt berfirman,
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al Maidah:3)
Yang Penting ‘Jilbab-i’ Hati
Sebagian besar kaum wanita enggan berjilbab karena mereka menyangka sama saja antara berjilbab dengan tidak, yang penting menurutnya adalah perilaku, akhlaq, dan hatinya, buka sekedar penampilan. Karena tidak sedikit juga orang yang berjilbab akan tetapi melakukan perbuatan keji.
Memang benar bahwa tidak semua orang yang berjilbab adalah wanita shalihah. Ada di antara wanita-wanita fajir yang mengenakan jilbab hanya sebagai ‘topeng’ atau kamuflase belaka. Namun itu hanya kasuistik. Dan kita berharap, wanita-wanita yang demikian hanya ibarat sepetak awan kelam di luasnya langit yang biru.
Dan tentu saja, sebagai muslimah kita dituntut untuk menaati hukum syariat tanpa terkecuali, termasuk dalam urusan berpakaian. Terlebih dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda,
“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku lihat. Orang-orang yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul manusia. Dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpang dan menyimpangkan orang lain dari ketaatan, kepala mereka bagaikan punuk-punuk unta yang miring, mereka tidak akan masuk surga, padahal bau surga bisa dicium dari jarak demikian dan demikian. (HR. Muslim)
Maka, tidak sama bukan antara wanita yang berjilbab dengan wanita yang mengumbar auratnya?!
Jilbab adalah Kebudayaan Arab
Kaum feminis sekuler gemar sekali menyuarakan sebuah kalimat asal bunyi tanpa dasar yang kuat, yaitu bahwa jilbab disinyalir sebagai kebudayaan wanita Arab. Wanita di luar Arab dalam pandangan mereka tentu saja tidak wajib, bahkan tidak perlu mengenakan jilbab.
Jelas saja statement tersebut salah dan dipaksakan. Sudah jelas Allah swt berfirman,
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab:59)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur:31)
Dalam surat Al Ahzab jelas disebutkan “istri-istri orang mukmin” dan di surat An Nuur disebutkan “kepada wanita yang beriman”.
Terbantahkan sudah ungkapan yang menyatakan bahwa jilbab hanyalah tradisi wanita Arab saja. Sebab ayat kerudung dan jilbab diturunkan dan ditujukan untuk istri-istri orang mukmin dan wanita yang beriman di seluruh dunia, bukan hanya wanita Arab saja.
Berjilbab Menghambat Aktivitas dan Sulit Cari Kerja
Alasan klise! Namun banyak muslimah yang enggan berjilbab mengemukakan hal tersebut sebagai alasan untuk tidak menutup auratnya. “Aku kan masih suka fashion, hiking, beladiri, bla..bla..” atau ungkapan seperti, “Aduh, khawatir nyari kerjanya susah. Perusahaan kan ga mau nerima karyawan berjilbab...” masih sering kita dengar.
Padahal, nanti dulu! Orang yang mengungkapkan hal demikian nampaknya harus banyak membaca berita dan memperluas pergaulan. Dengan begitu mereka akan tahu, bahwa alasan yang mereka kemukakan itu kuno.
Hari ini kita banyak menyaksikan muslimah berjilbab berhasil mendaki gunung dengan medan berat sekalipun. Tidak sedikit juga muslimah berjilbab yang menjadi atlet tae kwon do, silat, dan lain sebagainya. Jika alasan yang dikemukakan adalah terhambatnya aktivitas jika mengenakan jilbab.
Lalu untuk urusan pekerjaan, dewasa ini, selain banyak perusahaan ‘berbau’ syariah, sesekali tengoklah instansi-instansi pemerintah, maka akan kita dapati banyak sekali Pegawai Negeri sipil (PNS) yang berjilbab rapi.
Masih belum cukup? Jika ada urusan, datanglah ke perusahaan-perusahaan semacam Indosat, Telkomsel, atau kantor bursa efek jika perlu. Maka sejauh mata memandang, tidak akan sulit bagi kita menemukan wanita berjilbab menjadi karyawati di sana.
Perlu diingat kembali, kita sudah memasuki tahun 2013, dimana jilbab bukan lagi ‘barang’ aneh. Jika kita masih berada di tahun 1990-an, barangkali alasan tersebut dapat dimaklumi. Meski tentu saja, syariat bukanlah hal yang membutuhkan pemakluman.
Terlebih, urusan pekerjaan adalah urusan rejeki. Yang mana rejeki adalah mutlak kuasa Allah. Apakah dengan mengumbar aurat dijamin kita akan mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan kita? Apakah dengan pamer kemolekan tubuh kita anggap rejeki akan mengalir dan hidup akan bahagia sejahtera? Jawabannya adalah belum tentu.
Maka, hari ini kita masih diberi kesempatan menghirup udara di bumi Allah? Hari ini juga masih terbentang luas beragam pilihan hidup bagi kita, apakah kita akan menaati seluruh aturan Allah atau kita akan mengabaikan hukum-hukum Allah?
Segeralah jatuhkan pilihan terbaik, sebelum kita dihadapkan pada suatu hari dimana tak ada lagi pilihan dan segala sesal menjadi tiada guna.
Wallahu’alam.
0 komentar